05.12
|
by Blog Pancasan
Demokrasi itu bukan hanya tak haram, tapi wajib dalam Islam. Menegakkan demokrasi itu salah satu prinsip Islam, yakni syuro.
Pemikiran
Senin, 12 Desember 2004 00:00
Demokrasi
NU, Muktamar XXXI dan Demokratisasi
Oleh: Abdurrahman Wahid Muktamar NU 31 telah berakhir pada tanggal 2 Desember 2004, di asrama haji Donohudan, Boyolali. Penulis dan banyak tokoh-tokoh NU lain “bernasib baik” mendapatkan tempat pada hotel-hotel yang ada di kota Solo. Dua kali penulis mendapatkan panggilan, untuk bertemu dengan para sesepuh di hotel Novotel, yang terletak di jalan Slamet Riyadi. Peristiwa akbar itu, didahului oleh jatuhnya pesawat terbang Lion Air di lapangan terbang Adi Sumarno, yang antara lain menelan korban jiwa KH. Yusuf Muhammad dari DPP PKB dan dua orang tokoh NU lagi, seorang dari Jakarta Timur, dan seorang dari Lampung. Ternyata, kecelakaan pesawat terbang itu terjadi, karena licinnya landasan terkena air hujan rintik-rintik waktu itu, sehingga alat-alat penahan lajunya pesawat terbang, tidak bekerja sebagaimana seharusnya, sedangkan pesawat terbang mendaratnya juga tidak pada permulaan landasan, melainkan sudah berada di tengah-tengah. Sebagai akibat, pesawat terbang melampaui landasan pacu, dan menuju ke sebuah kuburan di tepian lapangan terbang tersebut. Yang menarik bagi penulis, adalah jalannya forum muktamar itu sendiri. Ternyata, Drs. Hasjim Muzadi telah lama mempersiapkan untuk kembali menjadi Ketua Umum Tanfidziyyah PBNU. Untuk ini ia menggunakan cara-cara tidak terpuji, dan melupakan semua tradisi NU, serta melanggar peraturan-peraturan yang dibuatnya sendiri. Secara main-main, penulis berkelakar dengan beberapa orang teman: karena muktamar di lakukan di asrama haji Donohudan, maka ia penuh dengan isu-isu keuangan. Bukankah ini menyangkut dana, yang belum tentu halal-haramnya? Belum lagi kalau anak kata “hudan” dibicarakan. Bukankah ia dapat berarti “Orang Yahudi yang kikir”? Salah satu contoh penyimpangan dari kebiasaan, terjadi ketika panitia pusat menunjuk restoran ayam bakar Wong Solo sebagai penyedia makanan (catering) bagi forum tersebut. Sesuatu yang baru terjadi dalam sejarah NU yang panjang. Bukankah selama ini kaum Ibu NU setempat, melakukan hal itu, guna memungkinkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan forum Akbar itu? Penulis melihat sendiri, dalam muktamar NU XXVIII di Pondok Pesantren Krapyak (Yogyakarta), bagaimana masyarakat menyerahkan lebih dari satu ton ikan lele kepada almarhum KH. Ali Maksum.Baca Selengkapnya...